SANTAPAN ROHANI: MINGGU, 29 JANUARI 2023

HIDUP BERHIKMAT? HIDUPLAH DI DALAM TUHAN

Oleh: Pdt. Juliana Zai, STh.

Ev: Ayub 12:13-25
Ep: 1 Korintus 1:26-31

Sahabat yang dikasihi Tuhan,
Kisah Ayub tentunya hampir semua orang tahu. Kisah penderitaannya sungguh menyentuh titik kepedihan hidup bagi siapa pun yang membacanya. Dan pastinya tidak ada seorang pun di muka bumi ini dengan sukarela ingin hidup menderita, bukan? Tetapi kenyataan bahwa penderitaan hidup selalu saja ada di sekitar kita. Sebagai makhluk yang beragama, dan yang mengaku adanya Tuhan, seringkali penderitaan itu disangkut pautkan dengan TUHAN. Hal itu jelas dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, dan hal itulah yang digambarkan dalam Kisah Ayub. Jika kita membaca di Kitab Ayub pasal 1, kita adakan dapatkan bahwa Ayub adalah orang yang saleh, baik, cerdas, menjalani kehidupan yang baik, kaya raya, keluarga juga hidup benar, tidak ada yang kurang dari tokoh Ayub. Tetapi seketika kesengsaraan datang. Ayub menjadi sangat menderita. Kisah penderitaan Ayub diawali dengan percakapan antara Allah dan Iblis.

Sahabat yang dikasihi Tuhan,
Kesengsaraan yang terjadi dalam kehidupan ini selalu membuat kita bertanya-tanya. Seolah penderitaan itu sendiri merupakan misteri. Tetapi tidak jarang ada saja orang dengan kebijaksanaannya menyangkut-pautkan hukum sebab-akibat, bahkan dilengkapi dengan pepatah “tiada asap kalau tidak ada api”. Jika kita daftarkan pertanyaan-pertanyaan seputar penderitaan, mungkin saja bisa banyak hal kita cantumkan. Tetapi yang berkaitan dengan keberadaan iman kita mungkin pertanyaan dan pernyataan seputar penderitaan adalah sebagai seperti:

  • Penderitaan adalah kesepakatan Tuhan dan Iblis untuk mempermainkan manusia.

  • Penderitaan adalah akibat dosa.

  • Tuhan tidak mungkin mendatangkan kesusahan, Tuhan memberkati orang yang saleh.

  • Penderitaan adalah berasal dari Iblis, orang yang meninggalkan Tuhan akan menderita.

  • Kesalehan melalui ibadah dan persembahan, akan membuat kita jauh dari kesusahan.

  • Kesalehan akan mengeluarkan kita dari penderitaan.

  • Dll.

Hal tersebut di ataslah yang tergambar dalam percakapan-percakapan di Kisah Ayub. Terlebih lagi saat di dalam penderitaannya Ayub kehilangan orang-orang terdekatnya. Bahkan sahabat-sahabatnya, yang status sosialnya sama seperti Ayub, datang mengunjungi Ayub, pun mulai menceramahi Ayub mengenai keadilan Tuhan dan hikmat Allah yang tidak mungkin mendatangkan celaka kepada orang benar. Sekali pun para sahabatnya menemani Ayub dalam perkabungannya, bahkan ikut menangis bersama Ayub, ternyata ceramahnya menghakimi Ayub. Ayub membela diri dan mengatakan dengan tajam “Memang, kamulah orang-orang itu, dan bersama-sama kamu hikmat akan mati” (Ayb. 3:2). Ayub menolak ceramah dan ajakan sahabat-sahabatnya untuk mengakui dosa tersembunyinya dan bertobat. Ayub dalam sengsaranya menyatakan “Allah sedang membiarkan Ayub mengalami ketidak-adilan” (Ayb. 13:3).

Sahabat yang dikasihi Tuhan,
Di saat orang sedang mengalami penderitaan dan kedukaan, kehadiran sahabat sangat dibutuhkan. Tetapi bukan sekadar hadir. Kiranya kehadiran itu menopang dan meneguhkan, bukan kemunafikan dan penghakiman. Tidak ada seorang pun ingin mengalami duka cita dan kesengsaraan. Baik itu orang benar, mau pun orang jahat, tidak ada seorang pun yang ingin menjadi sengsara. Orang pintar mengatakan bahwa “sistem yang buruk dapat mengubah orang baik menjadi jahat”. Kesusahan dan penderitaan yang datang bertubi-tubi dapat mengubah perilaku orang. Sehingga ada perkataan yang mungkin pernah kita dengar, bahwa “orang jahat adalah orang baik yang tersakiti”.

Kehadiran sahabat Ayub yang salah mengerti akan hikmat Tuhan, dan justru malah semakin menyusahkan Ayub. Dengan tegas Ayub menjelaskan iman dan pengenalannya akan TUHAN. Bagi Ayub, TUHAN adalah pemilik hikmat dan kekuatan, pertimbangan dan pengertian, kuasa dan kemenangan. TUHAN tidak boleh diukur dari pengalaman buruk atau baik seseorang, penderitaan atau kebahagiaan manusia. Manusia tidak boleh menjadi ukuran TUHAN. Pikiran dan hikmat manusia terlalu dangkal untuk mengukur dan membatasi TUHAN. Ayub menolak nasehat dari sahabat-sahabatnya, karena mereka menganggap Tuhan memperlakukan manusia menurut perbuatan manusia. Seolah pekerjaan Tuhan adalah membayar jasa dan memberi ganjaran saja, dan yang dialami oleh Ayub adalah karena pelanggaran Ayub. Ayub menolak hal itu, karena hikmat mereka adalah dangkal.

Sahabat yang dikasihi Tuhan,
Di minggu-minggu Epiphania, kita sedang diingatkan bahwa Tuhan selalu hadir dalam kehidupan kita, Dia adalah Sang Terang yang menghampiri kita agar kita hidup dalam terang, hidup dalam Kasih Karunia-Nya. Hal itu semua dinyatakan dalam Firman Allah yang menjadi manusia, Yesus Kristus. Tetapi kehadiran Allah tidak bisa kita batasi dengan keberadaan kita, seolah jika kita hidup aman dan tentram saja Tuhan sedang hadir. Atau jika kita hidup baik-baik saja Tuhan sedang memberkati. Jangan pernah mengukur kebaikan Allah dengan raihan atau kenikmatan yang sedang kita alami.

Kuasa dan Hikmat TUHAN telah dinyatakan dalam Kristus Yesus, yang memilih dengan sukarela menjalani sengsara, dan dengan taat sampai mati disalibkan. Tuhan bisa saja menghalau semua kesusahan, tetapi itu hanya akan membuat kita menjadi manja dan tidak beriman tangguh. Penderitaan dan kesusahan yang tidak pernah kita inginkan itu ternyata Tuhan juga tidak menginginkannya terjadi pada kita. Tetapi Tuhan menyisihkan kesusahan itu, melainkan menanggungnya, agar kita juga mampu menang menghadapinya.

Selain dari pada itu, dengan hikmat-Nya, Tuhan juga mengajarkan agar kita hidup dalam kasih persahabatan yang sesungguhnya. Sebagaimana Dia mau hadir menjalani bagian kehidupan kita, Tuhan mengajarkan kita agar mau hadir dan saling menopang dalam kasih. Jika ada saudara dalam kesusahan, kiranya kita juga mau dengan kasih menopang dan meneguhkannya untuk tetap percaya kepada TUHAN, bukan menghakimi atau menganggap orang yang menderita adalah karena lebih berdosa. Kristus yang adalah Hikmat Allah, mengambil bagian dalam penderitaan kita, agar kita tidak juga saling menguatkan dalam kesusahan.

Yang terakhir. Kiranya kita semakin dapat melihat dengan terang bahwa setiap kita perlu menyadari panggilan untuk memelihara Keadilan, Pendamaian dan Keutuhan Ciptaan. Orang yang menderita cenderung merasa Tuhan itu tidak adil, Tuhan tidak hadir, atau Tuhan tidak ada, bahkan tidak jarang orang menganggap hidupnya tidak berarti dan memilih untuk mengakhiri hidupnya. Gereja perlu mengusahakan dengan sungguh menciptakan, membuat konsisten dan berkesinambungan serta memelihara tatanan (sistem) yang adil dan benar. Tidak ada damai tanpa keadilan. Tidak ada kebaikan hidup tanpa keadilan dan kedamaian. Oleh karena itu, Gereja perlu hadir meneruskan Terang dan Hikmat Allah. Amin. Selamat Hari Minggu. Salam sehat dan bersemangat dalam penyertaan Tuhan (JZ).

Upload: C.St. Dr. Hisar Sirait

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: