RENUNGAN HARIAN, MINGGU 10 SEPTEMBER 2023

ALLAH BERKENAN KEPADA PERTOBATAN ORANG FASIK
Oleh: Pdt. Juliana Zai, STh

Ev: Yehezkiel 33:7-11
Ep: Matius 18: 15-20

Sahabat yang dikasihi Tuhan,
Dosa (Hamartia) adalah keadaan yang menyebabkan manusia terpisah dari Allah karena pikiran, sikap, perkataan, atau perbuatan yang salah (Mzm. 32:1-2). Kesalahan-kesalahan itu sendiri disebut dosa, tetapi keadaan sebagai orang yang berdosa lebih luas artinya daripada hanya semata-mata melanggar hukum-hukum Allah. Hal ini berarti memalingkan arah kehidupan dari segala rancangan yang dikehendaki Allah. Dosa telah membuat manusia kehilangan kemuliaan Allah yang tadinya melekat pada manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang tertinggi dan termulia (Roma 3:23). Singkatnya adalah bahwa dosa merupakan keterpisahan dari Allah yang mengakibatkan manusia hidup dalam kegelapan, kejahatan dan kedurjanaan. Dosa menghancurkan relasi manusia dengan Tuhan sebagai efek vertikal, dan hubungan manusia dengan sesama sebagai efek horisontal.

Dengan kata lain bahwa tidak ada dosa yang bersifat pribadi. Semua dosa mempunyai dimensi sosial, contohnya dosa manusia pertama menghasilkan dosa asal yang mengakibatkan semua manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa (konkupisensi). Situasi seperti ini membuat manusia tidak bisa membebaskan dirinya sendiri. Itulah sebabnya Kristus datang menjadi manusia untuk menebus dan membebaskan umat manusia dari dosa. Tidak ada kedamaian, ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan orang-orang yang berbuat dosa. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa maka akibatnya akan menimbul ketakutan (Kej. 3:8), manusia harus merasakan penderitaan (Kej. 3:16-19), merasakan sakit (Maz. 107:17), dan mengalami kematian yang kekal (Yak. 1:15; Roma 6:23). Namun, oleh karena kasih karunia Allah, Dia mengutus Tuhan Yesus Kristus sebagai korban perdamaian dan korban penghapusan dosa bagi kita umat manusia.

Melalui ayat renungan hari ini, Tuhan Allah memilih Yehezkiel, yaitu seorang nabi dan juga imam, anak imam Busi yang melayani kepada bangsa Yehuda yang ikut terbuat ke tanah Babel. Yehezkiel ditunjuk sebagai penjaga Israel (lihat juga Yeh.3:17-21) yang memperingatkan bangsa Israel agar berbalik dari dosa-dosa mereka. Nabi Yehezkiel mengkritik para pemimpin Israel sebagai gembala-gembala yang jahat. Namun, ia mengtingatkan bangsa itu bahwa gembala mereka yang sejati adalah Tuhan dan mereka tetaplah kawanan domba Tuhan. Tugas yang harus diemban oleh Yehezkiel sebagai nabi yang Tuhan pilih, yaitu dia harus mampu menjadi penyambung lidah ALLAH dalam menyampaikan firman keselamatan yang bersumber dari ALLAH. Pengutusan ini merupakan bahagian dari kasih sayang Tuhan terhadap umat-Nya. Dia ingin agar umat-Nya mau berbalik kepada-Nya dan tidak mati dalam dosanya.

ALLAH menyebut Yehezkiel dengan mengatakan: “Hai anak manusia”, sebutan ini mengandung arti bahwa Yehezkiel merupakan orang yang lemah, yang memiliki kemampuan yang terbatas dan juga fana. Oleh karena keterbatasan dan kefanaan itu, tentunya Yehezkiel tidak mampu melakukan tugas-tugasnya sebagai imam dan juga nabi jika Tuhan tidak menyertai dan memampukannya.

Masa pembuangan di Babel adalah masa-masa kelam dan gelap yang menyelimuti kehidupan bangsa Yehuda, yang seolah-olah sudah tidak ada masa depan dan tidak ada pengharapan lagi sebab yang terjadi disekitar mereka adalah ratapan, penderitaan dan tangisan serta kematian. Oleh karena itulah, ditengah penderitaan umat, Tuhan mengutus Yehezkiel untuk Memberitakan Pertobatan sebab Allah tidak menginginkan kematian orang berdosa tetapi pertobatannya dari perbuatannya yang jahat.

Dalam ayat 7-9 menegaskan bahwa Yehezkiel sebagai imam dan nabi harus mengingatkan umat yang berdosa dan yang berbuat jahat agar mereka kembali ke jalan yang benar. Dalam nats ini, ALLAH mengingatkan Yehezkiel tentang tugas penggilannya sebagai imam dan nabi ALLAH. Tugas dan tanggungjawab Yehezkiel merupakan sebuah tugas yang sangat berat karena tugas ini bukan persoalan kepentingan pribadi Yehezkiel, namun menyangkut kepentingan hidup kekal semua umat Tuhan. Tuhan meletakkan tanggung jawab yang besar kepada Yehezkiel untuk mengingatkan dan menegur bangsa itu yang sudah menjauh dari Tuhan. Tuhan sama sekali tidak menginginkan bangsa itu mati dalam keberdosaannya. Tuhan memilih Yehezkiel menjadi penjaga atas bangsa itu untuk mengawasi, mengingatkan, menegur dan mengajar bangsa Israel agar tetap hidup dan berpengharapan kepada Tuhan sekalipun hidup mereka jauh dari apa yang mereka harapkan.

ALLAH mengutus Yehezkiel untuk mengingatkan umat-Nya agar mereka tetap hidup setia dan melakukan kebenaran di hadapan Tuhan. Bagi orang yang tidak mengindahkan firman Tuhan dan hidup dalam kejahatan, tentu saja dia tidak layak di hadapan Tuhan dan ketika dia menghadapi kematian, maka kematian itu akan menjadi jalan baginya untuk menerima kematian kekal dalam hukuman Tuhan. Namun Tuhan tidak menginginkan umat-Nya menerima kematian kekal itu, sehingga tanggung jawab orang percaya adalah menegur dan mengingatkan mereka yang hidup dalam kejahatan di mata Tuhan agar meninggalkan kejahatannya.

Firman Tuhan mengatakan, “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Hai orang jahat, engkau pasti mati! dan engkau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu supaya bertobat dari hidupnya, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu” (ay. 8). Tentu hal ini tidak mudah dilakukan oleh Yehezkiel sebab pada waktu itu dia masih muda (30 tahun) dan dia harus berhadapan dengan para tua-tua Israel sebagai pemimpin Israel pada waktu itu, sehingga Yehezkiel kerap kali menerima hinaan dan cacian dari para tua-tua Israel.

Namun, mau tidak mau Yehezkiel harus menyuarakan suara pertobatan itu ke tengah-tengah bangsa Israel sebab jika tidak, maka Tuhan akan menuntut pertanggungjawaban nyawa bangsa Israel yang berdosa itu jika mereka mati dalam keberdosaannya. Akan tetapi jika Yehezkiel memberitakan suara pertobatan dan mereka tidak mengindahkan peringatannya maka ketika mereka mati, mereka akan mati dalam keberdosaannya, sedangkan Yehezkiel telah menyelamatkan nyawanya, karena ia telah melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.

Hal ini juga mengingatkan kita supaya kita juga bertanggung jawab untuk mengingatkan jikalau ada saudara kita yang berbuat dosa. Kita harus mengingatkan dan menasihatinya dengan kasih sehingga ia menyadari kesalahannya dan kita mendapatkannya kembali sebagai saudara seiman. Namun jika kita tahu ada perbuatan yang salah atau dosa yang dilakukan orang lain atau saudara kita dan kita tidak mengingatkan atau menasihatinya berarti kita membiarkan orang itu mati dalam dosanya, dan kita sendiripun disebut sebagai orang yang telah berbuat dosa juga. Itu sebabnya firman Tuhan berkata dalam Yakobus 4:17 “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa”.

Sahabat yang dikasihi Tuhan,
Kehidupan sebagai kaum buangan pasca hancurnya Yerusalem dan bait Allah mengakibatkan bangsa Yehuda mengalami krisis dalam kehidupan religius sehingga mereka kehilangan harapan terhadap masa depan bangsa mereka. Kehilangan harapan dan atau keputusasaan umat Tuhan itu terungkap di ayat 10: “Dan engkau anak manusia, katakanlah kepada kaum Israel: Kamu berkata begini: Pelanggaran kami dan dosa kami sudah tertanggung atas kami dan karena itu kami hancur; bagaimanakah kami dapat tetap hidup?” Ayat ini menggambarkan keputusasaan umat Tuhan atas keberdosaan mereka, tiada lagi harapan. Mereka sadar bahwa pembuangan ke Babel merupakan akibat dari dosa-dosa mereka, dalam keputusasaan, mereka berpikir bahwa tidak mungkin lagi mereka mendapatkan kehidupan.

Dalam situasi seperti ini, Yehezkiel diutus agar dapat mempertahankan kehidupan mereka sebagai umat pilihan Allah yang tetap setia kepada-Nya. Umat itu diingatkan dan diajak untuk mau bertobat, menyesali perbuatan mereka yang jahat dan mau kembali hidup dalam jalan kebenaran Tuhan. Hal ini ditegaskan dalam ayat 11 bahwa Allah tidak menginginkan kematian orang berdosa akan tetapi pertobatannya, itulah yang selalu dinantikan oleh Tuhan. Firman Tuhan berkata dalam Yehezkiel 33:11, “Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?” Tuhan menghukum setiap orang yang berbuat dosa, tetapi Dia sebenarnya menghendaki kehidupan/keselamatan bagi umat-Nya, sehingga Dia memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat. Itulah berita yang harus disampaikan oleh Yehezkiel sebagai penjaga umat Israel. Artinya, kesadaran akan keberdosaan seharusnya membimbing umat Tuhan kepada pertobatan dan kehidupan, bukan keputusasaan. Di sinilah penjaga umat Tuhan (dalam hal ini Yehezkiel) bekerja untuk memberi tanda peringatan dan memberitahu bahaya yang akan datang.

Sahabat yang dikasihi Tuhan,
Sebagai umat yang dikasihi Tuhan, yang sudah menerima kebenaran Firman Tuhan dan hidup rohani dalam tuntunan Roh Kudus Tuhan, kita bertanggungjawab untuk menjadi orang-orang yang dipakai ALLAH memberitakan kabar baik, suara pertobatan melalui firman Tuhan yang sudah kita dengar. Jika ada orang yang berbuat dosa maka kita harus menegurnya dengan kasih. “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan” (Gal.6:1).

Sebagaimana tema minggu yang menyuarakan: “ALLAH BERKENAN KEPADA PERTOBATAN ORANG FASIK”, mengingatkan kita untuk meninggalkan segala dosa kejahatan dan mau berbalik kepada Tuhan. Jika kita pernah di ingatkan atas kesalahan dan dosa yang kita lakukan oleh sesama kita, hendaklah kita boleh menerima dan merenungkan kembali tanpa kita berusaha membenaran diri bahkan kita menganggap orang yang mengingatkan itu belum pantas untuk menyampaikannya. Sebagai umat percaya kita juga diberi tanggung jawab untuk menyampaikan setiap teguran kepada orang yang melakukan kesalahan. Memang tidak gampang, tetapi melalui firman ini kita diwajibkan untuk tetap menyampaikannya dengan catatan ada tempat yang tepat untuk menyampaikannya dengan berbagai cara yang boleh kita pikirkan bersama. Seperti halnya dalam nas epistel yang sudah kita baca, Matius 18:15-20, bagaimana tata cara memberikan teguran atau nasihat kepada orang yang berbuat dosa. Dalam renungan ini kita juga diingatkan bahwa setiap dosa yang kita lakukan harus kita pertanggungjawabkan secara pribadi di hadapan Allah sebagai hakim yang Agung. Amin.

Upload by: St. Dr. Ir. Hisar Sirait, MA

 

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: